Select Page

Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo baru-baru ini bertemu para pemimpin Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia untuk membahas apa yang disebut para pengusaha sebagai upaya membagi kue proyek. Pertemuan di Istana Negara itu merupakan tindak lanjut dari keluhan para pengusaha yang disampaikan beberapa pekan sebelumnya soal dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di proyek-proyek pemerintah dan BUMN. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh para pejabat kementrian BUMN dan Kementrian Pekerjaan Umum.

Penulis tidak akan buru-buru menjawab mana yang benar. Tetapi cobalah kita baca laporan keuangan PT Bukaka Teknik Utama (BUKK) Tbk, perusahaan yang dimiliki keluarga Bapak Jusuf Kalla, wakil presiden kita.

Menurut laporan keuangan yang baru saja keluar kemarin (Jum’at 27 Oktober, 2017), Bukaka memperoleh pendapatan Rp1,45 triliun selama sembilan bulan pertama tahun ini (Jan-Sep), meningkat 53,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (Luar biasa. Tidak banyak perusahaan di Indonesia yang menikmati pertumbuhan setinggi ini!) Kalau kita baca laporan keuangan tersebut secara lebih lengkap, maka anda akan mengetahui sumber pendapatannya sebagai berikut:

1/ Jaringan transmisi listrik, energi, dan jembatan: Rp907,9 miliar (dibandingkan Rp367,8 miliar selama Januari-September 2016).

2/ Fasilitas bandara dan penerbangan: Rp82 miliar (turun dari Rp91 miliar)

3/ Peralatan jalan, kendaraan khusus, shelter, dan peralatan minyak-gas: Rp382,98 miliar (turun dari Rp401,64 miliar).

Coba baca terus ke Catatan No. 36, maka anda akan menemukan daftar proyek-proyek yang diperoleh Bukaka selama beberapa tahun terakhir baik dari BUMN maupun swasta, termasuk kelompok bisnis terkait. Misalnya kontrak Rp1,08 triliun yang diperoleh Bukaka dari PT Chevron Pacific Indonesia hingga 2021. Chevron memang perusahaan Amerika Serikat, tetapi pengadaan barangnya biasanya sepengetahuan pemerintah (SKK Migas).

Penulis tidak akan menuliskan semuanya. Beberapa yang penting untuk konteks tulisan ini adalah:

1/ Kontrak senilai Rp87,5 miliar dari PLN sejak Agustus 2014 untuk proyek SUTT 150 kV PLTU Kaltim;

2/ Kontrak senilai Rp65,6 miliar dari PLN sejak Januari 2015 untuk proyek transmisi listrik;

3/ Kontrak senilai Rp21,4 miliar dari PT Krakatau Engineering, anak perusahaan Krakatau Steel, sejak 2015;

4/ Kontrak senilai Rp21,3 miliar dari PLN sejak Desember 2015

5/ Kontrak senilai Rp405 miliar dari Waskita Karya (BUMN karya) untuk proyek transmisi listrik sejak April 2016 sampai Agustus 2017;

6/ Kontrak senilai Rp63,77 miliar dari PLN untuk proyek Sidempuan-Payakumbuh

7/ Kontrak senilai Rp14,4 miliar dari Pertamina sejak November 2016 untuk upgrading power plant di Struktur Sungai Gelam;

8/ Kontrak senilai Rp14,7 miliar dari PT Semen Padang untuk proyek Indarung 6 sejak Desember 2016;

9/ Kontrak senilai Rp59 miliar dari PLN sejak Desember 2016 untuk conveyor Tanjung Lontar;

10/ Kontrak senilai Rp8,35 miliar dari Angkasa Pura II sejak Juli 2017 untuk garbarata bandara Pekanbaru;

11/ Kontrak senilai Rp285,37 miliar dari PLN Pusat untuk proyek DPT Tahun 2016 sejak Oktober 2017 (paling baru);

Jadi perusahaan milik keluarga Pak Kalla telah mendapatkan kontrak dari berbagai BUMN dengan variasi nilai. Ada yang di bawah Rp10 miliar, tetapi tidak sedikit juga yang puluhan bahkan ratusan miliar. Penulis tidak hendak membuat kesimpulan dari proyek-proyek tersebut, tetapi hanya mengingatkan bahwa tanpa himbauan dari Presiden Jokowi bahwa proyek-proyek di bawah Rp100 miliar tidak boleh dikerjakan BUMN dan anak-anak mereka, sesungguhnya para BUMN telah memberikan banyak kontrak ke swasta. Atau mungkin yang kemarin bicara belum kebagian?

Atau mungkin mereka perlu belajar ke Bukaka apa ‘rahasianya’ mendapatkan kontrak dari macam-macam BUMN seperti PLN, Pertamina, Waskita Karya, Wijaya Karya, Jasa Marga, Semen Padang, Petrokimia Gresik, Angkasa Pura, Pelabuhan Indonesia III?